1000% RUGI KALAU GAK MEMBACA
Membaca adalah sebuah aktivitas yang
tidak asing bagi masyarakat. Bahkan
kegiatan membaca sudah diperkenalkan sejak usia dini. Dengan membaca, kemampuan
berfikir manusia akan semakin terasah dan berkembang, ilmu pengetahuan pun akan
bertambah dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia terutama di era
globalisasasi ini. Maka dari itu, membaca menjadi sebuah kebutuhan manusia agar
dapat menghadapi persaingan dengan bangsa–bangsa lain di dunia.
Remaja sebagai penerus bangsa,
diaharapkan dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai permasalahan dalam
kehidupan termasuk permasalahan social, baik yang terjadi dimasa yang akan dating
khususnya dalam menyongsong era globalisasi.
Tidak jarang realita harus kontra dengan
harapan yang telah dirumuskan. Kegiatan membaca yang terlihat mudah, ternyata
tidak semua orang merasa nyaman dengan kegiatan tersebut khususnya pada
kalangan generasi muda. Hal itu terbukti, antara lain dari perpustakaan yang
mulai sepi oleh pengunjung, layanan internet yang seharusnya digunakan untuk
membaca informasi-informasi positif, justru digunakan untuk kegiatan yang sama
sekali tidak ada hubungannya dengan membaca, seperti game online, melihat
video, bahkan hanya untuk mengakses hal-hal negatif.
Walaupun pembelajaran membaca telah
disadari sebagai bagian yang sama esensial dalam pembelajaran bahasa Indonesia,
dalam kenyataanya pembelajaran membaca kurang mendapatkan perhatian yang
sewajarnya. (Pelly&Efendi) dalam (Kastam Syamsi,1991:1) mengatakan bahwa pembelajaran
membaca dan menulis yang dulu merupakan pelajaran pokok, kini kurang mendapat
perhatian, baik dari para siswa maupun guru. Para guru dan siswa biasanya telah
memfokuskan kegiatan pelajaraan pada materi-materi teoritik yang mengarah pada
keberhasilan siswa dalam pencapaian Ebtanas.
Membaca merupakan gerbang
utama memasuki dunia informasi dan pengetahuan melalui kegiatan membaca yang
baik dan benar proses memperoleh informasi danpengetahuan akan memberikan
kemungkinan rekreasi bagi pembacanya.
Masalah–masalah yang timbul sebagai
akibat rendahnya minat baca di kalangan generasi muda harus mendapat perhatian khusus
dan penanganan yang cakap, agar aktivitas membaca tidak lagi menjadi aktivitas
yang membosankan melainkan justru menjadi
budaya yang digemari oleh generasi muda. Mengingat generasi muda menjadi
tonggak bertahannya bangsa, sehingga pengetahuan mereka harus luas agar tetap
dapat menjaga eksistensi bangsa Indonesia.
Guys... kita bahas ini..
- Apa sajakah faktor penyebab rendahnya minat baca di kalangan generasi muda?
- Apakah dampak dari rendahnya minat baca di kalangan generasi muda?
- Bagaimana cara meningkatkan minat baca di kalangan generasi muda
- Mengidentifikasi faktor penyebab yang menimbulkan rendahnya minat baca yang ada di kalangan generasi muda.
- Mengidentifikasi dampak yang timbul akibat rendahnya minat baca di kalangan generasi muda.
- Mengidentifikasi strategi yang dapat meningkatkan minat baca di kalangan generasi muda.
Pentingnya
Membaca
Membaca adalah kegiatan dengan
panca indra mata yang kemudian diproses lebih lanjut menggunakan akal. Membaca
adalah kegiatan menggali informasi dari tulisan. Membaca sangat bermanfaat
untuk kita, selain meningkatkan pengetahuan juga membuat wawasan kita menjadi
luas. Dengan membaca kita dapat mengetahui berbagai pengetahuan, tanpa harus
melihatnya secara langsung. Menurut Anderson dan kawan-kawan (1985), membaca
merupakan dasar keberhasilan seseorang, bukan saja di sekolah, tetapi juga di
segala bidang kehidupan.
Soedarso berpendapat bahwa membaca
adalah aktivitas yang kompleks dengan mengerahkan sejumlah besar tindakan yang
terpisah-pisah meliputi orang harus menggunakan pengertian dan khayalan,
mengamati, dan mengingat-ingat. Kebiasaan membaca adalah ketrampilan yang
diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan ketrampilan bawaan. Oleh karena
itu kebiasaan membaca dapat dipupuk, dibina dan dikembangkan. Untuk tujuan
akademik membaca adalah untuk memenuhi tuntutan kurikulum sekolah atau
perguruan tinggi. Buku sebagai media transformasi dan penyebarluasan ilmu dapat
menembus batas-batas geografis suatu negara, sehingga ilmu pengeahuan dapat
dikomunikasikan dan digunakan dengan cepat di berbagai belahan dunia. Salah satu
tajuk di situs Antara News yang memberitakan bahwa budaya membaca masyarakat
Indonesia terendah diantara 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data
yang dilansir Organisasi.
Buku adalah jendela dunia. Kalimat
yang sering kita dengar dari kecil hingga dewasa. Tanpa harus berkeliling
dunia, membaca buku dapat mengetahui sesuatu yang menakjubkan tentang dunia
luar. Membaca merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia. Membaca juga dapat menjauhkan kita dari jurang kebodohan dan
menjauhkan pula dari kemiskinan.
Dalam buku Agus M. Irkham (2008:
151) menyatakan bahwa seringkali kita menghubungkan antara minat baca dengan
kemampuan menulis. Jadi, kalau kebiasaan membaca sudah menjadi kebiasaan hidup,
dengan sendirinya kita akan mudah menulis. Hubungan antara membaca dengan
menulis sangat ketat, meski tidak seketat antara mendengar dengan berbicara.
Untuk dapat menulis, kita harus membaca. Membaca adalah sarana utama menuju
keterampilan menulis
Menurut
harian Kompas, terbitan 12 Juni 2009, minat mahasiswa untuk membaca berbeda
dengan mahasiswa jaman dulu. Harian tersebut menyebutkan bahwa, banyaknya
literatur dan penerbit buku tidak mempengaruhi minat membaca mahasiswa. Pada
jaman dahulu, saat fasilitas masih terbatas para mahasiswa mempunyai semangat
dan motivasi yang tinggi untuk membaca. Pembangunan perpustakaan dan pembelian
referensi yang banyak nampaknya kurang menyentuh minat mahasiswa untuk membaca
literatur yang berkaitan dengan mata kuliah yang diambil. Aktivitas membaca
mahasiswa mengalami penurunan tersebut, kemungkinan dipengaruhi oleh teknologi
informasi yang sudah sangat maju. Berbagai macam hiburan yang tidak
mengikutsertakan media buku, menjadi lebih menarik, karena membaca membutuhkan
perhatian khusus yang tidak dapat diselingi dengan aktivitas lain.
Menurut Sindonews.com terbitan 19 September 2013. Minat
baca warga negara Indonesia sangat rendah dan memprihatinkan. Hal ini
dibuktikan dengan hasil indeks nasional yang menyebutkan bahwa indeks baca di
Indonesia hanya 0,01. Sedangkan rata-rata indeks baca negara maju berkisar
antara 0,45 sampai dengan 0,62. Hasil tersebut membuktikan bahwa Indonesia
menjadi peringkat ketiga dari bawah untuk minat baca.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi minat baca dapat bersifat personal dan institusional. Faktor personal antara
lain: inteligensi usia, jenis kelamin, kemampuan membaca, sikap, dan kebutuhan
psikologis. Sedangkan faktor institusional antara lain tersedianya bacaan yang sesuai, latar belakang
status sosial ekonomi, dan kelompok etnis serta pengaruh teman sebaya, orang
tua, guru, televisi, dan film (Hariss dan Sipay, 1980: 519 dan 521).
Faktor penyebab rendahnya
minat baca dikalangan remaja antara lain:
1.
Lingkungan
Lingkungan adalah faktor utama dalam pembentukan kepribadian seseorang, lingkungan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
a.
Lingkungan keluarga
Lingkungan yang pertama kali kita kenal adalah
lingkungan keluarga. Oleh karena itu lingkungan keluarga merupakan faktor yang
sangat utama dalam mempengaruhi pribadi seseorang. Sosok ibu merupakan memegang peran penting dalam
menanamkan karakter anaknya.
Nenek kita mewariskan kebiasaan yang kurang baik kepada anak cucunya yaitu kebiasaan
memberikan informasi dengan lisan seperti berdongeng dan bercerita sebagai
penghantar tidur. Begitu pula dengan orang tua sekarang. Mereka lebih senang
menonton televisi, mendengarkan radio dan berbincang-bincang dalam menggali informasi.
Sehingga tidak meneladankan kebiasaan membaca kepada anaknya. Teladan atau contoh penting dilakukan dalam penanaman nilai
nasionalisme untuk anak usia dini. Anak-anak cenderung menjadikan model dalam
bertingkah laku. Setiap perilaku orang yang dijadikan model bagi anak akan
diamatidan lama kelamaan akan ditiru daam perilaku anak sehari hari.
b.
Lingkungan masyarakat
Dalam melakukan aktivitas ataupun
rutinitas keseharian kita lebih berkecimpung dalam lingkungan masyarakat. Oleh
karena itu, lingkungan masyarakat turut menyumbang peran yang besar pula.
Lingkungan masyarakat dapat kita sebut teman, sahabat, dunia kerja, dan
masyarakat itu sendiri. Seseorang yang memiliki teman yang suka menunda-nunda
tugas, suka mbolos dan senang berbelanja akan ikut terbawa dengan
kebiasaan-kebiasaan buruk temannya. Oleh karena itu lingkungan masyarakat
memiliki peranan penting dalam membentuk kebiasaan dan karakter kita.
2.
Teknologi yang semakin canggih
Perkembangan teknologi khususnya teknologi informasi
sekarang ini semakin canggih. Akan tetapi tidak diimbangi dengan penggunaan,
pengawasan, pengendalian yang baik. Generasi muda merupakan pengguna
terbesar kemajuan teknologi informasi ini. Tersedia banyak
media hiburan seperti TV, komputer, handphone,
VCD, tape recorder, dan lain–lain sangat
memanjakan penggunanya. Tanpa kita sadari kemanjaan sangat menyita waktu. Sehingga
generasi muda kita terlelap dalam kemanjaan dan tidak memiliki waktu untuk
kegiatan membaca.
3. Siswa
kurang didorong membaca untuk belajar ( reading
to learn )
Kebanyakan dari pembelajaran yang digunakan hanya
menggunakan model penjelasan, siswa tidak diarahkan untuk mencari materi atau
membaca buku referensi sehingga cenderung pasif hanya sebagai penerima saja,
dan tidak ada keinginan atau untuk berusaha membaca untuk belajar.
4. Kurangnya
Kesadaran
Meskipun kedua faktor di atas tidak ada, hobi
membaca tidak akan tercipta jika kita tidak menanamkan kesadaran akan manfaat
membaca. Namun sebaliknya, meskipun kedua faktor di atas ada, jika masing-masing individu menanamkan rasa
kesadaran akan pentingnya membaca, tentu saja hobi membaca akan muncul dalam
diri kita dan membaca akan menjadi kebutuhan bagi diri kita.
5. Rendahnya Motivasi
Motivasi dari berbagai pihak amat
dibutuhkan. Di sekolah motivasi dan tauladan dibawa oleh sosok guru. Akan
tetapi faktanya saat disaat waktu senggang seperti istirahat guru lebih banyak
menghabiskan untuk ngobrol, merokok, menonton televisi ataupun bermain catur.
Di rumah sosok orang tua sangat berperan dalam memberi motivasi membaca. Motivasi
terpokok yaitu motivasi dari diri sendiri yang harus ditumbuhkan sehingga dapat
memberikan pedoman yang kuat dan tetap konsisten untuk senantiasa membaca.
Data
dari Kepala Subbidang Kerjasama Perpustakaan Nasional RI memperlihatkan pada
1995-1999 buku sumbangan dari PBB dan Bank Dunia hanya dibaca oleh 536 orang,
dengan kecenderungan kian menurun dari 161 pembaca pada tahun 1995, 134 pembaca
pada tahun 1996, 76 pembaca tahun 1997,
dan 81 pembaca tahun 1999. Hal itu menunjukkan motivasi atau kesadaran
akan pentingnya membaca belum tertanam dengan baik dalam generasi muda
Indonesia.
6. Kondisi perpustakaan masih lemah
Kondisi perpustakaan di Indonesia sekarang
secara umum masih lemah. Daud (dalam Adiningsih, 2002) menjelaskan banyak
ulasan tentang begitu menyedihkanya kondisi perpustakaan di Indonesia. Misalnya
perpustakaan Yayasan Hatta di Yogyakarta sudah kehilangan daya tarik sebagai
sumber ilmu pengetahuan. Koleksi buku yang berjumlah 410.147 eksemplar kian
menyusut karena ada 40% buku tidak kembali, serta kegiatan ilmiah terhenti
7.
Kurangnya referensi
buku di perpustakaan
“Ketersediaan
buku merupakan faktor utama dalam upaya menciptakan suasana yang kondusif untuk
membaca” (Harjasujana dan Misdan, 1987: 87). Referensi buku yang terbatas
menyebabkan minat baca di kalangan generasi muda menurun, jangankan untuk
membacanya, mendatanginya pun enggan karena terbatasnya referensi buku–buku di
perpustakaan. Berdasarkan penelitian Deputi Pengembangan
Perpustakaan Nasional RI (Adiningsih, 2002) baru menunjukkan 5% dari sekitar 300.000
sekolah SD hingga SMU/SMK di Indonesia serta baru 20% dari 66.000
desa/kelurahan yang memiliki perpustakaan memadai
8.
Suasana Perpustakaan yang kurang
nyaman
Penataan
ruangan, penataan buku yang kurang rapi menjadi alasan seseorang enggan untuk
pergi ke perpustakaan dalam rangka membaca dan mencari sumber referensi. Selain
itu pelayanan, pencahayaan dan sirkulasi udara juga turut menjadi pertimbangan
seseorang akan mengunjungi perpustakaan. Faktor ini dapat menjadikan seseorang
yang awalnya sudah berniat ataupun sudah mengunjungi perpustakaan akan enggan
melanjutkan kegiatannya di perpustakaan.
Bukti
paling dekat, laporan Jajak Pendapat Kompas (20/11/2006), tentang Minat Baca
warga Jateng, dengan sampel: Kota Semarang, Solo, Purwokerto, dan Tegal.
Sekitar 77,53 persen responden, mengisi waktu luang dengan membaca teks non
buku. Bahkan sekitar 20,30 persen responden meluangkan waktu senggangnya tanpa
membaca apa pun. Tidak kurang dari 67,16
persen responden tidak pernah mengujungi perpustakaan, dan 58,21 persen
responden tidak pernah menganggarkan gaji per bulannya untuk membeli buku
Faktor-faktor
yang menyebabkan rendahnya minat baca di kalangan genarasi
muda, akan membawa dampak yang merugikan. Adapun dampak yang ditimbulkan dari
rendahnya minat baca anatara lain :
1.
Mengalami
kesulitan memahami, menguasai, mentransfer, dan menggunakan ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) untuk produksi barang dan jasa bermutu
2.
Generasi
muda akan mudah dipengaruhi atau didoktrin oleh pemahaman–pemahaman yang
negatif.
Keterbatasan ilmu
pengetahuan menjadikan seseorang memiliki dasar yang dangkal. Seseorang seperti
ini pastilah akan mudah dipengaruhi oleh pemahaman-pemahaman yang negatif.
3.
Tidak
berkembangnya kreativitas.
Kreatifitas akan muncul
apabila seseorang mengembangkan pola berfikir serta tanggap terhadap lingkungan
sekitar. Pengembangan pola berfikir ini diperoleh dalam kegiatan membaca. Pola
fikir yang berkembang menjadikan tanggap terhadap lingkungan sehingga
memunculkan ide-ide kreatif.
4.
Tidak
mengetahui informasi terbaru atau kurang update
sehingga sulit untuk memajukan diri sendiri maupun lingkungan.
5.
Generasi
muda menjadi miskin akan wawasan, karena tidak adanya kefahaman dan wawasan
yang cukup terhadap ilmu pengetahuan dan mengenai apa yang terjadi. Remaja
cenderung kurang peduli terhadap apa yang terjadi disekitarnya dan memilih
menutup diri mementingkan trend yang
sedang hangat.
6.
Bangsa
akan kehilangan aset terpenting yaitu para pemuda, karena para pemuda tidak
menumbuhkan rasa cinta terhaadap bacaan sejarah dan kemerdekaan yang telah
diperjuangkan oleh pahlawan pendahulu.
1. Meningkatkan jumlah dan layanan perpustakaan di lingkungan sekolah dan
di lingkungan masyarakat, dengan dibangunnya Perpustakaan Nasional dan
perpustakaan daerah (di tingkat propinsi, kecamatan, dan desa).
2. Membudayakan cinta baca
mulai dari keluarga, dengan menumbuhkan minat baca sejak dini kepada anak-anak seperti
melalui buku cerita atau buku bergambar. Membawa anak-anak sesering mungkin
berkunjung ke pusat-pusat buku, perpustakaan, toko buku, atau bursa(book fair),
dll.
3. Menyediakan progam wajib
baca baik dalam keluarga maupun lingkungan sekolah.
4. Berusaha menyediakan
waktu untuk memilih dan membaca buku bacaan yang baik.
5. Mengontrol penggunaan
media elektronik (tv, vidio, game, internet)
melalui peran orang tua dan guru, dimana guru dan orang tua bekerja sama dengan
memberikan pemahamaan terhadap anak dengan memberitahukan media elektronik
tidak terkontrol dapat menyebabkan hilangnya waktu belajar dan konsentrasai.
6. Tarigan (1980: 119-120)
mengemukakan bahwa sikap ingin tahu intelektual dan bijaksana disertai usaha
yang terus menerus untuk menggali pengetahuan baru akan menolong seseorang
mengembangkan minat bacanya
7. Meningkatkan koleksi
perpustakaan (koleksi bahan pustaka). Agar para pengunjung, terutama generasi
muda tertarik untuk mengunjungi perpustakaan sehingga minat baca mereka akan
meningkat.
8. Penggunaan media gambar
dalam pembelajaran membaca dapat memperjelas konsep dan menarik perhatian
pembaca. Hal ini menurut Piaget dalam
Elida, (1992: 51) anak usia Sekolah Dasar berada pada taraf berfikir
rasiona konkret. Piaget dalam Tampubolon (1991: 4) menambahkan usia sekolah
dasar kemampuan berfikir,bernalar,dan perkembangan bahasamemerlukan
simbol-simbol atau gambar.
9. Membuat slogan-slogan
giat membaca.
10. Memperbaruhi sistem
Pembelajaran di Sekolah dengan cara guru memberikan tugas pembelajaran yang
menantang dan menarik untuk siswa misalnya dalam proses kegiatan belajar guru
memberikan atau memunculkan masalah yang dapat didiskusikan bersama dengan
siswa sehingga dapat mendorong siswa untuk menggali banyak informasi melalui
aktivitas membaca.
11. Memperbaiki kerjasama
dengan penerbit dan percetakaan buku dalam pengadaan buku murah berkualitas.
12. Perlunya Departemen Membaca
Di Jepang, bukan hal aneh
sebuah universitas memiliki Departemen Kartun, karena bangsa mereka sudah sejak
lama mencintai budaya baca dan tulis. Sehingga kartun menjadi sarana untuk
mengekspresikan pikiran dan ide-ide. Sementara di negeri kita, aktivitas
membaca dan menulis belum menjadi kebiasaan. Kita masih pikir-pikir kalau akan
membeli buku (dan membacanya).
Guna mengatasinya,
mungkin kita perlu mengusulkan agar pihak universitas meneliti Departemen
Membaca, nantinya departemene itu akan intens melakukan penelitian dalma bidang
membaca. Kemudian, hasil penelitian itu disosialisasikan ke guru-guru di
sekolah. Tak hanya itu, departemen itu juga memberikan masukan dan saran kepada
para guru di sekolah; tentang bagaimana cara menajarkan anak didik agar
tertarik membaca buku hingga tuntas
semoga gak malas membaca yah guys....
sampai jumpa dilembaran berikutnya....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar